3. UNSUR AIR (SAWIYAH/SUPIAH)
Jasad manusia terdiri atas 2/3 unsur air, seperti halnya bumi yang kita diami artinya pengaruh sifat air yang terkandung pada diri manusia lebih besar dibandingkan dengan sifat-sifat lainnya yang terdapat dalam tubuh manusia. Menurut karakteristik air, ia mengalir kepada tempat yang rendah, karena panas ia dapat menguap, kemudian uap air dibawa oleh angin menjadi mendung (awan), pada titik dimana tekanan udara dingin berubah menjadi air dan salju tergantung dimana ia berada.
Sifat yang terkandung pada air mempengaruhi manusia melahirkan nafsu birahi (kenikmatan sesaat), manakala nafsu ini menguasai atas diri manusia, menjadikan angan-angan yang merupakan fata morgana keindahan, menghacurkan sendi-sendi moral (budi pekerti), menjadikan kehinaan dan kerendahan, hilangnya rasa malu, manusia akan terjebak masalah-masalah yang berkepanjangan, ia semakin lama semakin terbenam dan semakin dalam, akal sehat tertutup mendung yang hitam pekat mengakibatkan suasana yang demikian gelap, cahaya hati sangat lemah ia tidak dapat lagi membedakan antara salah dan benar yang ada pada fikirannya hanya kenikmatan dan kelezatan sesaat, untuk keluar dari kondisi ini demikian sulit seperti halnya orang mabuk yang tidak ingin sadar ia ingin terus mabuk karena menurutnya mabuk itu nikmat dan indah, ia disibukan dengan keindahan asmara dan percintaannya, apapun akan dilakukan untuk mendapatkannya.
Nafsu sawiyah inilah yang menjadi tutupan atas mata hati manusia atas kehidupan akhirat, kehidupan yang kekal abadi sesudah kehidupan dunia yang fana ini, cita-citanya hanya kenikmatan yang bersifat semu/sementara. Diantara sifat-sifatnya yaitu :
Senang sekali dipuji, memuji diri sendiri, merias (memperindah) diri, suka mencampuri urusan orang lain, senda gurau, senang bila orang lain celaka, perayu, menghalangi keinginan dan tindakan yang bersifat kebaikan (disadari maupun tidak), bermabuk-mabukan, menipu, mendukung akan perbuatan yang mengakibatkan keburukan dan merugikan orang lain, berjudi dll.
Pada zaman sekarang ini, kondisi seperti ini sudah menjadi budaya atas komunitas manusia, masing-masing mempunyai persentasi berbeda-beda atas ketiga sifat diatas.

4. UNSUR TANAH (MUTMAINAH)
Firman Allah Ta’ala : Surat 89 (AL-FAJR) Ayat 27 s/d 30
Ayat 27, “Wahai manusia yang bernafsu mutmainah.”
Ayat 28, “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan keridloan.”
Ayat 29, “Masuklah kedalam golongan hamba-hambaKu.”
Ayat 30, “Dan masuklah kedalam surgaKu.”

Kondisi mutmainah dimana kondisi manusia yang baru terbangun dari tidur panjangnya, ia mulai menyadari akan kesalahan-kesalahannya, dan kondisi ini lahir dikarenakan suatu sebab dan tiap-tiap manusia berbeda-beda penyebab akan lahirnya kesadaran antara lain dengan kesusahan dan kemiskinan, bangkrutnya perusahaan, perceraian rumah tangga, harta benda habis karena terbakar, terlilit hutang dsb.
Ia mulai membangun nilai-nilai keTuhanan, ketaqwaannya semakin hari semakin baik tapi terkadang ada kalanya agak tersendat kemudian berjalan lagi dan pada kondisi tertentu ia mendapatkan ketenangan atas hati dan fikirannya. Seperti halnya karakteristik tanah yang tidak mudah berubah (bergerak) berbeda dengan api, angin dan air namum demikian ada kalanya ia terguncang oleh gempa yang disebabkan oleh unsur api, angin dan air. Dengan sifatnya yang padat, pada nafsu mutmainah akan mengakibatkan akan pentingnya kehidupan akhirat, dari satu pemahaman kepada pemahaman berikutnya menjadikan tumbuhnya ketetapan hati, terbangunlah kekuatan-kekuatan akan ibadah, dan melemahlah nafsu-nafsu yang lainnya.
Sabda Rasullulah SAW :
“Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupamu dan tidak memandang pula kepada hartamu dan bahwasanya Allah memandang kepada hatimu dan perbuatanmu.”
(H.R. Ahmad, Muslim, Ibnu Majah dari Abu Hurairoh)

Tumbuhnya kesadaran akan apa yang semestinya dikerjakan membangun dengan sungguh-sungguh akan ibadah dan amal sholih maka meningkatlah sifat-sifat Ilahi yang terkandung didalam Ruh, kesungguhan untuk mencari Tuhannya sebagai tujuan hidup satu-satunya atas dirinya, lambat laun sifat-sifat yang terbentuk dari anasir alam (hawa nafsu) negative akan melemah, kecintaan kepada dunia mulai terabaikan, dunia hanya sekedar sarana saja untuk hidup.
Sabda Rasullulah SAW :
“Sesungguhnya hawa nafsu menutupi hatiku sehingga aku memohon ampun kepada Allah dalam sehari semalam tujuh puluh kali.”
(HR. Muslim dari hadist Al-Aghrar AlMuzani)

Firman Allah Ta’ala : Surat 42 (ASY-SYURA) Ayat 52
“Kami jadikan nur itu cahaya yang terang benderang, dengan mana Kami beri petunjuk siapa-siapa yang dikehendaki diantara hamba-hamba kami.”

Pengharapannya yang demikian besar akan rahmat Allah menjadi suatu keinginan yang kuat, ia serahkan dirinya kepada Tuhannya dengan totalitas, orang-orang inilah yang mendapatkan cahaya dan petunjuk dari Allah SWT.
Sabda Rasullulah SAW :
“Mencintai dunia itu pangkal setiap kesalahan”
(H.R. Dai Lami dalam Firdaus dari hadist Ali)

“Tiga hal yang membinasakan yaitu sifat bakhil yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti dan orang yang membanggakan dirinya sendiri.”

Cahaya terang benderang menerangi lubuk hati, terbukanya ma’rifat atas dirinya, lahirlah ilmu yang bersifat mukasyafah.
Firman Allah Ta’ala : Surat 17 (BANI-ISRAIL) Ayat 107
“Katakanlah : percayalah kepadaNya atau jangan kamu percaya, sesungguhnya orang-orang yang diberi ilmu sebelumnya, apabila dibacakan dia kepada mereka, mereka tunduk muka mereka sambil bersujud.”

Firman Allah Ta’ala : Surat 18 (AL-KAHF) Ayat 65
“Lalu mereka dapati berdua seorang hamba Kami dari hamba-hamba Kami yang telah Kami beri kepadanya satu rahmat dari sisi Kami, dan Kami telah ajar kepadanya satu ilmu dari sisi Kami.”

Bila kita perhatikan keempat unsur ini, yaitu api, angin, air dan tanah adalah suatu mata rantai yang saling terkait (ekosistem), ia suatu siklus yang terus menerus berjalan.
Berawal dari unsure api yang menimbulkan panas mengakibatkan unsure air menguap menjadi molekul-molekul yang sangat halus, ia ditangkap oleh carbondioksida (Co) kemudian dibawanya keangkasa karena gas tersebut demikian ringan hingga tidak tertarik oleh grafitasi dan selanjutnya unsure angin berperan menggiringnya dan mengumpulkannya dan pada ketinggian tertentu dimana suhu dingin semakin tinggi uap air yang sudah membentuk awan mendung berubah menjadi air kembali, pada daerah tertentu ia menjadi salju dan jatuh membasahi unsure tanah (bumi).
Proses ini adalah karakteristik terhadap hawa nafsu bahwa alam semesta ini adalah ayat-ayat yang nyata untuk membantu manusia memecahkan misteri-misteri yang kita hadapi pada alam kehidupan yang sementara ini.
Masing-masing unsur berperan dengan sifatnya sendiri-sendiri keempat unsure hawa nafsu yang ada didalam tubuh manusia disebut jasmaniah halus (piranti lunak). Alam semesta ini adalah bahan kajian untuk memudahkan manusia mencapai tingkat kesempurnaannya didalam evolusi sifat (evolusi ke 3). Keempat unsur hawa nafsu ini musuh terbesar bagi manusia artinya penghalang atas lahirnya sifat ke Tuhanan sebagai cahaya Ruhaniah menerangi jasmaniah seperti terhalangnya sinar matahari dari awan mendung menyinari bumi dimana kondisi awan yang tebal lagi hitam menjadikan bumi gelap gulita, kerap kali kondisi ini menjadikan petir dan angin yang kencang (besar) bahkan angin topan (puting beliung) yang mengakibatkan kerusakan dimuka bumi demikian siklus ini terus berlangsung. Kalau kita analisa kondisi alam yang terjadi sekarang ini identik dengan kondisi manusianya arti penyebab kerusakan alam ini karena sifat manusia yang dikuasai hawa nafsu keempat unsur alam tersebut. Sementara manusia yang dikuasai sifat keTuhanan sangat-sangat minoritas sekali (sangat langka). Saat ini kita sebagai manusia tinggal menunggu kehancuran bumi, tinggal masalah waktu saja.
Dengan tingkat pertumbuhan populasi manusia demikian tinggi maka kerusakan bumipun semakin tinggi pula. Pertanyaannya adalah, mungkinkah manusia sadar akan dirinya? Untuk apa ia hadir dimuka bumi ini? Semoga saja pertanyaan ini terjawab.

Surat 4 (AN-NISSA) Ayat 27 dan 28
27/ “Orang-orang yang menurut (budak) atas hawa nafsunya menghendaki agar kamu condong
(berpaling) sejauh mungkin dari kebenaran.”

28/ “Allah hendak meringankan keberatan dari manusia, karena manusia itu dijadikan bersifat lemah.”

Surat 25 (AL-FURQON) Ayat 43
“Tidakkah engkau perhatikan dan fikirkan orang yang menuhankan hawa nafsunya? A
pakah mampu (bisa) engkau menjadi pemelihara atas hawa nafsu tersebut?”
Surat 70 (AL-MA’ARIJ) Ayat 19, 20 dan 21
19/ “Sesungguhnya manusia itu dijadikan bersifat loba dan kikir”
20/ “Mengeluh apabila kesusahan menimpa dia”
21/ “dan kikir apabila keuntungan mengenai dia”

Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 212
“Dihiasi kehidupan dunia bagi orang-orang yang kafir…”
Surat 6 (AL-AN’AM) Ayat 70
“ Dan biarkanlah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan sia-sia dan yang telah ditipu oleh penghidupan dunia…”
Surat 7 (AL-A’RAF) Ayat 51
“Yang jadikan agama mereka sia-sia dan permainan, karena mereka telah diperdaya oleh penghidupan dunia….”

Surat 6 (AL-AN’AM) Ayat 32
“Dan tidaklah penghidupan dunia ini melainkan permainan dan kelalaian…..”

Dari beberapa surat dan ayat diatas bahkan masih banyak lagi yang lainnya, dapat kita analisa dan kaji bahwa arah dan tujuan hawa nafsu adalah ia membangun suatu dimensi yang bersifat materialistic (harta, tahta, wanita) kalau disimbulkan dunia itu adalah uang, mengapa demikian uang adalah mewakili simbul seluruh aspek kehidupan manusia, suatu parameter dimana tata nilai manusia diukur dengan strata sosial manusia sementara pada sisi lain nilai-nilai keTuhanan tertinggalkan dalam decade terakhir banyak orang mengistilahkan zaman globalisasi ukuran sebuah Negara diukur dari nilai mata uangnya sedang penguasa atas kondisi manusia didunia suatu faham yang dinamakan kapitalisme, faham ini menjadi kiblat atas faham-faham lainnya yang ada diseluruh dunia, simbul atas faham tersebut adalah Dollar. Mengapa dollar saya katakana kiblat atas simbul yang lainnya, pada beberapa waktu yang lalu kita sama-sama menyaksikan dan merasakan ketika nilai dollar menurun mengakibatkan kegoncangan diseluruh dunia artinya bahwa komunitas manusia diseluruh dunia demikian bergantungnya pada dimensi materialistic, sedangkan materialistic adalah simbul dari pada hawa nafsu. Kembali kepada diri kita masing-masing faham mana yang saat ini menguasai atas diri kita.

PERKARA DAJJAL
“Antara kejadian Nabi Adam AS hingga hari kiamat akan ada perkara paling besar dari Dajjal”
(H.R. Muslim)

“Maukah kuceritakan padamu tentang Dajjal, yang tidak diceritakan hal itu oleh seorang Nabi terhadap kaumnya kecuali Dajjal itu bermata satu, Dia akan datang membawa semisal syurga dan neraka, maka yang dikatakan syurga baginya adalah neraka”
(H.R. Bukhari-Muslim)

Kaitannya hadist diatas yang menerangkan tentang keberadaan Dajjal, dengan keberadaanya masih menjadi tanda tanya kita semua. Menurut analisa saya keberadaan Dajjal sejak faham kapitalis menguasai dunia ini dan sampai hari ini dikatakan bahwa Dajjal bermata satu yang dimaksud adalah mata uang yaitu Dollar, seluruh mata uang yang ada pada setiap Negara didunia, nilai mata uang tersebut diukur dengan Dollar. Kondisi sekarang ini manusia merasa uang adalah segalanya artinya uang dianggap syurga dan ketika tidak punya uang merasa didalam neraka, kondisi sekarang ini moral manusia berada ditingkat paling bawah (dasar). Zamannya zaman Dajjal dimana-mana yang ada hanya kebohongan dan sudah menjadi penyakit masyarakat sekarang ini.
Demikian dahsyatnya hawa nafsu berperan pada diri manusia hingga mengakibatkan kerusakan dimuka bumi ini mulai dari pencemaran air, udara, penebangan hutan, kebakaran sampai meningkatnya suhu panas dimuka bumi (pemanasan global) belum lagi penyakit yang ditimbulkannya kesemua itu disebabkan ketika komunitas manusia menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhan.
Agar lebih jelas lagi dalil Al-Qur’an berikut ini kiranya akan memperjelas kedudukan hawa nafsu didalam diri manusia :
Surat 3 (AL-IMRON) Ayat 14
“Telah dihiasi hati manusia dengan kesukaan (kecintaan) kepada barang-barang yang diingini yaitu : perempuan-perempuan, anak cucu, emas dan perak yang berpikul-pikul, kendaraan yang bagus-bagus, binatang ternak, sawah ladang. Kesemuanya itu perhiasan hidup didunia, tetapi disisi Allah ada tempat kembali yang baik.”

Ayat diatas menegaskan bahwa penyebab kerusakan moral yang terjadi pada diri manusia adalah kecintaan dan keinginan yang besar kepada perhiasan dunia yang berdampak pada kerusakan lingkungan hidup, kerusakan pada ekosistem sampai pada kehancuran bumi. Perhiasan hidup didunia ini yang menghalangi kecintaan manusia kepada Tuhan.
Dunia dan akhirat adalah dua sisi yang berbeda seperti halnya mata uang dimana sisinya berbanding terbalik (saling berlawanan), dan tidak akan mungkin manusia mencintai keduanya pada kadar yang sama. Ketika kecintaan manusia lebih tinggi kadarnya pada sisi yang satu maka sisi lainnya akan rendah demikian makna dari ayat tersebut diatas.

RUH (RUHANIAH)
Berbeda dengan jasmaniah kasar maupun halus (piranti keras dan lunak) Ruh bukan piranti dia Energi bagi manusia, Ruh adalah Energi Tuhan, yang mewakili Tuhan atas diri manusia, didalamnya terkandung sifat-sifat Tuhan demikian dikatakan bahwa manusia adalah makhluk Ruhaniah ayat yang menyatakan demikian adalah,
1. Surat 15 (AL-HIJR) ayat 29
“Maka apabila Aku sempurnakan dia dan Aku tiupkan padanya Ruh dari Ku, hendaklah kamu tunduk sujud akan dia”

2. Surat 32 (AS-SAJ’DAH) ayat 9
“Lalu Ia sempurnakan kejadiannya, Ia tiupkan pada sebagian dari RuhNya dan Ia jadikan bagi kamu pendengaran dan penglihatan dan hati tetapi sedikit sekali kamu bersyukur.”

Dari dua bunyi ayat diatas menjelaskan akan diri manusia, jati diri manusia yang sebenarnya, manusia pada saat kondisi bayi (baru lahir kedunia) tidak memahami akan dirinya, ketika beranjak remaja menganggap diri sebatas fisik (jasmaniah) banyak sekali dari manusia sampai usia tua menganggap dirinya fisik (jasmaniah). Kondisi ini terjadi ketika manusia terjebak oleh hawa nafsunya, karena cintanya pada dunia yang demikian besar menyebabkan tertutup kesadarannya akan jati dirinya yang sesungguhnya, dalam kehidupannya didunia akal dan fikirannya hanya tertuju pada gemerlapnya dunia dengan sendirinya akhirat terabaikan. Sejauh mana keyakinan kita sebagai manusia akan ayat tersebut diatas. Sebagai ayat pembanding untuk analisa ayat tentang Ruh berikut ini adalah :
Surat 15 (AL-HIJR) ayat 27
“Dan jin itu, Kami jadikan dia lebih dahulu, dari api yang beracun ”
Dalam 2 (dua) ayat diatas dikatakan
1. “Aku tiupkan padanya Ruh dari Ku”
2. “Ia tiupkan padanya sebagian dari RuhNya”

Pada surat 15 (Al-Hijr) ayat 27 dikatakan bahwa jin itu dijadikan, sementara Ruh ditiupkan jelas disini bahwa jin itu dicipta (dibuat) oleh Tuhan sementara Ruh itu bukan ciptaan tapi bagian dari Ruh Tuhan, itu sebabnya Ruh itu kekal sebagaimana Tuhan. Begitupun jasad manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan alam semesta semua ciptaan Tuhan, hanya Ruh manusia saja yang bukan ciptaan melainkan bagian dari Ruh Tuhan, itu sebabnya pada diri manusia terkandung sifat keTuhanan. Hawa nafsu yang terkandung didalam Ruh manusia terdiri atas 4 (empat) level (tingkat) yaitu :
1. MULHALAMAH
2. RODHIYAH
3. MARDHIYAH
4. KAMILAH

1. NAFSU MULHALAMAH
Pada level (tingkat) Mutmainah, bilamana manusia dengan sungguh-sungguh didalam ibadahnya, sehingga hati itu terlepas dari segala sifat yang tercela dan dapat bertahan pada tingkat kesempurnaannya dan apabila kondisi ini mengekal dimana badan lahir dan bathin terisi energy yang dipancarkan oleh sang Ruh, maka seluruh badannya akan mengekpresikan kebenaran (akhlak terpuji), pengaruh hawa nafsu yang bersifat alam telah bersih didalam hati maka mulailah terpancar setahap demi setahap pengetahuan yang bersifat Mukasyafah (laduni), dimana sifat-sifat KeTuhanan yang disandangnya merupakan berbanding terbalik dengan sifat-sifat hawa nafsu kealaman. Ruh merupakan sumber dari segala sumber kebaikan sebagai pakaian yang disandang oleh manusia diantaranya sifat sabar, iklas, kona’ah, tawakal, tawadhu, syukur dst.

2. NAFSU RODHIYAH
Jiwa yang selalu rela terhadap Tuhannya, Ia memahami akan tujuan hidupnya, kecintaan dan kerinduan hanya ditujukan kepada Tuhan, Ia terkondisi didalam kelembutan, kedamaian, ketenangan, kebahagiaan, kesejahteraan dalam berbagai kondisi dan keadaan serta merasa puas atas nikmat dengan kondisi apa adanya.

3. NAFSU MARDHIYAH
Ia ridho terhadap Tuhannya dan Tuhanpun ridho terhadapnya, jiwa yang diridhoi oleh Tuhannya dimana keridhoan Tuhan dibaktikan kepadanya berupa kemuliaan, ia dalam kondisi selalu ingat kepada Tuhannya. Dalam tingkat ini manusia meletakan akal dan fikirannya diatas jalan ma’rifat kepada Tuhannya. Ia mengenal Tuhannya dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya maka lahirlah sifat Tuhannya dalam sikap dan perbuatannya.

4. NAFSU KAMILAH (SEMPURNA)
Jiwa yang telah sampai pada kesempurnaanya dalam bentuk dan karakteristiknya, ia meningkat dalam kesempurnaanya. Kondisi yang sudah dianggap cakap untuk menemui Tuhan, hari-harinya memberi manfaat kepada orang lain dan selalu menyempurnakan amalnya. Maka manusia yang berjiwa inilah yang berhak menyandang gelar MURSYID dan MUKKAMIL (insan Kamil), kedudukannya adalah pada tingkat TAJALI ASMA sifat dan kondisinya BAQA BILLAH, pergi kepada Tuhan, kembali dari Tuhan kepada Tuhan, tiada tempat (media) lain selain Tuhan tiada memiliki ilmu melainkan Tuhan langsung pengendalinya ia fana kepada Tuhannya.
Ruh adalah zat yang bercahaya atas jasmaniah manusia dan dia bagian dari cahaya Tuhan dan dia jati diri atas diri manusia, energinya tidak terbatasi oleh dimensi ruang, gerak dan waktu, Dia terprogram atas seluruh pengetahuan yang ada didalam semesta ini, sifat yang dikandungnya adalah sifat-sifat KeTuhanan, dialah Khalifah sesungguhnya wakil Tuhan dimuka bumi ini.
Surat 2 (AL-BAQARAH) ayat 30 & 31
“Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu berkata kepada malaikat : “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi….”
“Dan Ia telah ajarkan (programkan) kepada Adam (Ruh) keterangan-keterangan (pengetahuan) itu semuanya…”

Kalau dikaji (analisa) kedua ayat ini bahwa khalifah yang dimaksud adalah Adam, sedangkan Adam sendiri adalah simbul dari Ruh. Hubungan ayat ini dengan surat 15 (Al-Hijr) ayat 29 dan surat 32 (As-Sajdah) ayat 9 maka kesimpulan dari analisa ini adalah bahwa Adam adalah simbul dari Ruh.

Surat 2 (AL-BAQARAH) ayat 35
“Dan Kami berkata, Hai Adam! Tinggalah engkau dan isterimu, di Jannah ini,……”

Isteri yang dimaksud dalam ayat ini adalah simbul dari jazad manusia, piranti (perangkat) untuk Ruh (Adam) dikenal dengan sebutan Siti Hawa (piranti Keras dan Lunak). Siti artinya tanah/badan kasar/piranti keras Hawa artinya anasir tanah/badan halus/ piranti lunak, Siti Hawa adalah jasmaniah dan bathiniah, bathiniah anasir (unsure) halus dari jasmaniah ia adalah media (tempat tinggal) apa yang disebut iblis atau syetan (syaithon) penggerak atas hawa nafsu.
Barang siapa yang telah mengenal rahasia Ruh ia telah mengenal dirinya dan ketika ia telah mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya dan apabila ia telah mengenal dirinya dan Tuhannya, niscaya ia mengenal bahwa itu urusan Tuhannya (Amrun Robbaani) dengan tabiat dan fitrahnya.
Surat 17 (BANI-ISRAIL) ayat 85
“Dan mereka akan bertanya kepadamu tentang Ruh, Katakan “Ruh itu urusan Tuhanku; dan kamu tidak diberi ilmu melainkan sedikit”

Ayat ini demikian khusus bahwa Ruh itu sesuatu zat yang sangat istimewa, manusia yang telah mengenal dirinya artinya mengenal tabiat dan fitrahnya Ruh, tidak memiliki kemampuan untuk menerangkan (menjelaskan) akan substansi Ruh disebabkan karena tidak ada jembatan ilustrasi (kias) didunia ini untuk dapat dijadikan contoh atas tabiat dan fitrahnya Ruh. Hanya dijelaskan bahwa kandungan Ruh adalah Energi Tuhan.
Surat 15 (AL-HIJR) ayat 29 dan 30
29/ “Maka apabila Aku sempurnakan dia dan Aku tiupkan padanya Ruh dari Ku, hendaklah kamu tunduk sujud akan dia”
30/ “Maka bersujudlah malaikat semua, sama sekali”

Demikian tingginya kedudukan Ruh atas makhluk-makhluk yang lain sampai-sampai malaikat sujud (menghormati) terhadapnya. Demikian berharganya manusia bagi yang sudah memahami akan jati dirinya, tapi kebanyakan manusia menyia-nyiakan akan dirinya, mereka lebih condong kepada hawa nafsunya, karena kecintaannya kepada dunia melebihi kecintaan kepada Tuhannya.
Surat 76 (AL-INSAN) ayat 27
“Sesungguhnya mereka cinta kepada dunia dan mereka meninggalkan dibelakang mereka satu hari yang berat”
Surat 3 (ALI IMRON) ayat 185
“Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdaya”

Surat 16 (AN NAHL) ayat 96
“Segala sesuatu yang ada disisimu akan lenyap dan apa yang ada disisi Allah adalah kekal”
Surat 28 (AL-QASHASH) ayat 60
“Dan apa yang ada disisi Allah itu lebih baik”
Surat 31 (LUKMAN) ayat 33
“Maka jangan sekali-kali kehidupan dunia memperdaya kamu”
Surat 87 (AL-A’LAA) ayat 17
“Dan kehidupan akhirat adalah lebih dan lebih kekal”

Ajang memperdaya manusia mengenal jati dirinya adalah kehidupan dunia seperti yang tertera pada ayat-ayat tersebut diatas

SIFAT DUA PULUH
Untuk mengenal lebih jauh dan lebih dalam akan potensi Ruh sebagai khalifah dibumi, yang mengawali proses perjalananya terperangkap didalam dimensi jasmaniah dan bathiniah, akan kita kaji sifat dua puluh untuk memudahkan pemahaman kita dalam membuka tabir ketidak mengertian untuk melahirkan kesadaran akan makna-makna yang terkandung didalamnya.
Ruh manusia dibandingkan dengan Ruh Allah seperti halnya matahari dan alam semesta yang demikian luas (tata surya) atau molekul terhadap terhadap galaksi Bimasakti, meskipun demikian hanya sebesar molekul, baik Dzat, Sifat dan Asma (nama) pasti sama dengan sumbernya. Dapat disimpulkan bahwa sifat dua puluh adalah potensi Ruh yang sebenarnya.
Sifat dua puluh terbagi atas 4 bagian yaitu :
A. NAFSIAH (ADA)
B. SALBIAH (BERSIFAT)
C. MAKNAWIAH (TERPROGRAM)
D. FI’LIYAH (PENDALAMAN)

A. NAFSIAH (Ada)
Terbagi atas satu (1) bagian
1. WUJUD
Surat 2 (AL-BAQARAH) ayat 136
“Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu dari halKu maka katakanlah, bahwasannya Aku “ada” hampir (sangatlah dekat); Aku bersedia memperhatikan permohonan orang yang memohon apabila ia memohon dengan sungguh. Oleh sebab itu hendaklah mereka memperkenankan seruanKu, dan hendaklah beriman kepadaKu agar mereka dapat jalan yang lurus.”

Ayat diatas menjelaskan dan sebagai dalil bahwasanya Tuhan itu “ada” (nafsiah) dan sangatlah dekat dan kalimat tersebut diawali kata “bertanya” artinya bahwa ada suatu proses pada diri manusia dimana proses tersebut adalah rasa keingin tahuan yang terus berkesinambungan, dari satu pertanyaan kepertanyaan lain dan seterusnya sampai pada kesadaran dalam pemahamannya yang pada tahapan tertentu ia membenarkan dengan hak akan keberadaan Tuhan dan ia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mendekatkan dirinya sedekat-dekatnya, sampai pada penyaksian akan wujud Tuhan, namun demikian hanya sedikit sekali manusia yang dengan sungguh-sungguh berusaha mencapai tingkat (level) ini.
Surat 24 (ANNUR) ayat 35
“Allah itu Nur bagi langit dan bumi. Bandingan (perumpamaan) nurNya adalah seperti dalam satu kurungan, sinarnya keluar dari satu lubang yang didalamnya ada pelita, sedang pelita itu berada didalam suatu kaca, dan kaca itu laksana bintang seperti mutiara yang berkilauan yang dinyalakan dengan minyak dari pohon-pohon zaitun (pohon yang banyak manfaat/faedahnya) yang bukan bangsa timur dan bangsa barat, yang minyaknya saja hampir menerangi walaupun tidak disentuh api. Nur diatas nur, Allah memimpin (memberi petunjuk) kepada yang dikehendaki kepada NurNya dan Allah membuat (mengadakan) perumpamaan-perumpamaan bagi manusia dan Allah maha mengetahui atas segala sesuatu”

Tuhan menyebut dirinya Allah wujudnya adalah Nur dan juga dinyatakan Cahaya diatas Cahaya bahwa akal dan fikir manusia tidak mungkin untuk dapat mengetahui akan Kemahasempurnaannya hanya dengan perumpamaan saja sebagai jembatan pemahaman atas manusia akan jati diri Allah. Demikian pula dengan wujud Ruh, ia bagian dari Cahaya diatas Cahaya, dan yang dimaksud dengan cahaya tidak sama dengan cahaya yang terdapat dibumi ini. Tokoh Ruh karena ia bagian dari Ruh Tuhan sudah pasti Ruh mampu/diberi kemampuan untuk dapat kembali/menjumpai sumbernya yaitu Allah, kondisi ini tergambar pada bunyi kalimat “Allah memimpin kepada Nurnya, siapa yang ia kehendaki”
Untuk lebih jelasnya didalam kajian “WUJUD” ada tiga (3) golongan akan kesadaran wujud dirinya. Golongan pertama adalah : dimana kondisi manusia dengan kesadarannya menganggap wujud dirinya sebatas fisik (jasmaniah kasar) yang tampak oleh kasat mata, pada kondisi ini apa yang ia usahakan hanya sebatas memenuhi kebutuhan seperti halnya pakaian, makanan, tempat tinggal, kawin, kesenangan-kesenangan yang berkisar pada urusan duniawi, ketergantungannya terhadap nilai-nilai dunia demikian tinggi, pendek kata hidup adalah materi. Golongan ini menduduki peringkat mayoritas atas komunitas manusia.
Golongan kedua adalah : dimana kondisi manusia dengan kesadarannya menganggap wujud dirinya adalah Bathin (jasmaniah halus), tetapi sesungguhnya ia tidak menyadari hal itu, golongan ini memiliki tingkat intelegensial cukup tinggi dibidangya masing-masing akan tetapi lemah pada sisi spiritual dari sudut pandang analogi, tata nilai logika hanya ia sendiri yang memahaminya, ia demikian asyik dengan dirinya sendiri, menganggap kebenaran hanya miliknya sendiri, ia selalu mencari kepuasan dan kenikmatan yang bersifat bathiniah, namun yang dirasakan tidak pernah menemui kepuasan tersebut seperti contohnya seorang pelukis yang tidak pernah puas dengan hasil lukisannya, ia terperangkap kedalam kenikmatan yang bersifat semu, harga dirinya demikian tinggi ia menginginkan dirinya dimuliakan, menganggap dirinya lebih tinggi disisi Allah, kecenderungan terhadap duniawi cukup tinggi, tetapi ketergantungannya tidak seperti halnya golongan yang pertama artinya rendah, ia masuk didalam golongan menengah atas komunitas manusia, mereka banyak terdapat pada kelompok ahli ilmu didalam bidangnya masing-masing.
Golongan ketiga adalah : adalah golongan manusia yang pada mulanya terjebak pada golongan pertama dan golongan kedua, karena suatu sebab menyadari akan kesalahan-kesalahannya dan bertobat dengan sungguh-sungguh membulatkan tekat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah diperbuatnya. Setahap demi setahap ia mendekatnya dirinya kepada Tuhan, meningkatkan kualitas taqwanya, semakin hari nilai-nilai religious terbangun dan terus berproses, berevolusi menuju bentuk kesempurnaannya, makna demi makna dilaluinya, pemahamannya tentang hidup semakin meningkat bersamaan dengan meningkatnya ilmu, moral, wawasan seperti halnya berkembangnya sebatang pohon akar bertambah, membesar dan memanjang, batang membesar dan meninggi, kulit batang melebar, daun dan ranting semakin bertambah jumlahnya tampak sehat-sehat dan segar serta kekar, membuat kagum setiap orang yang memandang. Ia memahami betul akan visi dan misi sebagai manusia didalam hidup dan kehidupan yang Tuhan ciptakan, ia sadar sesadar-sadarnya akan wujud dirinya yang sejati, didalam proses evolusinya ia menjumpai bahwa wujud dirinya adalah Ruh dan ia memahami dengan haq (benar) bahwa ia bagian dari Ruh Allah, Tuhan pemilik atas alam semesta. Golongan ini sangatlah minoritas sekali disebabkan tingkat kesulitan yang demikian tinggi demikian besar harga yang harus dibayarkan, semoga kita termasuk orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan dikehendaki menuju kepada NurNya . Amin.

B. SALBIAH (Bersifat)
Terbagi atas lima (5) bagian
2. KHIDAM (Berkepribadian)
Tuhan memiliki sifat yang sangat pribadi artinya kepribadian bahwa sifat Allah Kemahasempurnaannya yang dimilikinya seperti Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Sabar. Allah tidak ada kepentingan atau ingin dibalas jasanya pemberiannya tidak mengharapkan akan dibalas oleh seluruh makhluk ciptaannya.
Surat 4 (AN-NISA) Ayat 113
“Dan sekiranya tidak ada kurnia Allah atasmu dan rahmatNya, niscaya segolongan dari mereka berikhtiar akan menyesatkanmu, pada hal mereka tidak akan menyesatkan melainkan diri mereka sendiri, dan tidak akan mereka membayarkanmu meskipun hanya sedikit, karena Allah telah turunkan atasmu kitab dan kebijaksanaan, dan ia telah ajarkan kepadamu apa yang engkau belum tahu, dan adalah kurnia Allah atasmu itu besar.”

Bahwa ternyata atas diri manusia ada karunia dan rahmat dan Allah telah turunkan kepada manusia kitab dan kebijaksanaan artinya didalam diri manusia sudah terprogram dimana program tersebut berada didalam Ruh (jati diri manusia) hal ini dijelaskan (tergambar) pada surat dan ayat berikut ini.
Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 97
“Katakanlah : Barang siapa jadi musuh bagi jibril maka celakalah ia, karena sesungguhnya ia turun (Qur’an) itu dihatimu dengan perintah Allah yang menyetujui isi kitab itu yang ada dihadapannya dan sebagai satu petunjuk dan satu kabar gembira bagi orang-orang mu’minin.”

Khidam (kepribadian) yang dimaksud adalah bahwa Ruh pun (manusia) semestinya dengan kerja kerasnya didalam taat (taqwa) membangun kepribadian sebagaimana sumbernya, artinya menyempurnakan sifat-sifat yang diantaranya sabar, syukur, iklas, kona’ah dan seterusnya sifat yang hakiki atas diri manusia.

3. BAQA (Kekal)
Surat 55 (AR-RAHMAN) Ayat 26 dan 27
26/ ”Tiap-tiap yang ada diatas bumi itu akan mati (binasa).”
27/ ”Tetapi diri Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan akan kekal.”

Surat 23 (AL-MU’MINUN) Ayat 10 dan 11
10/ “Mereka itu ialah orang-orang yang jadi waris”
11/ “Yang akan mewarisi firdaus yang mereka akan kekal padanya.”

Dua surat Al-qur’an dan masing-masing dua (2) ayat berbicara tentang kekekalan, ayat 26 surat 55 (Ar-Rahman) menyatakan dengan jelas bahwa, semua makhluk yang ada diatas bumi akan binasa hanya Tuhan yang kekal dan diakhiri dengan kebesaran dan kemuliaan. Pada surat 23 (Al-Mu’minun) menyatakan tentang orang-orang kekal sesudah kematiannya. Sejauh mana kita membedah dan mengkaji akan kedua surat tersebut dalam rangka membangun nilai-nilai keyakinan melalui proses pemahaman untuk menemukan hakekat kehidupan yang sesungguhnya.
Apa kaitannya antara, Kekal, Tuhan, manusia dan Kebesaran (KeAgungan) serta Kemuliaan?
Telah tertera pada halaman sebelumnya bahwa Ruh adalah bagian dari Ruh Tuhan artinya Ruh itu kekal sebagaimana sumbernya yaitu Tuhan sedangkan jasmaniah (jasad kasar dan halus) akan mengalami kebinasaan (mati), didalam kehidupannya didunia bagaimana seorang manusia dengan sungguh-sungguh bekerja keras berproses menuju kepada kesempurnaannya, menjadikan dirinya Agung dan Mulia untuk dapat mewarisi Firdaus dalam keadaan Kekal.

Surat 76 (AL-INSAN) Ayat 7

4. MUKALAFAHIL HAWADIST (Berbeda)
Bahwa Tuhan, baik itu sifat, Dzat dan wujudnya, berbeda dengan apa yang diciptakan, hampir semua makhluknya unsure dasarnya adalah api, air, angin dan tanah kecuali manusia disamping keempat unsure tadi ada unsure cahaya (Nur) artinya bahwa manusia terdiri dari jasmaniah (unsure ciptaan) dan Ruhani (unsure Tuhan)

Surat 19 (MARYAM) Ayat 65
“Tuhan bagi langit dan bumi dan apa-apa yang ada diantara keduanya, lantaran itu sembahlah Dia dan sabarlah dalam beribadat kepadaNya bukankah tidak engkau dapati yang senama denganNya?”

Ayat diatas ini tegas dan gamblang menjelaskan bahwa seluruh semesta (tata surya) Tuhanlah pemiliknya, didalam ayat inipun menyatakan sifat Tuhan yang disembah dan sifat makhluk yang menyembah perbedaan yang berbanding terbalik antar pencipta dengan yang diciptakannya.

Surat 112 (AL-IKHLAS) Ayat 5
“Dan tidak ada siapapun yang sama (sebaya) denganNya.”

Ruh adalah bagian dari Ruh Allah, bahwa Ruh manusia bagian kecil dari Ruh Allah yang tidak terhingga artinya Ruh manusia berbeda dengan Ruh Allah, manusia didalam keterbatasannya, namun memiliki sifat yang sama dengan sumbernya, maka dikatakan sesungguhnya didalam diri manusia terkandung “sifat Ilahi”
Surat 16 (AN-NAHL) Ayat 17
“Apakah Dzat yang menjadikan itu sama seperti Dzat yang tidak menjadikan, apakah kamu tidak mau berfikir.”

5. KIYAMUHUBINAFSIHI (Berdiri Sendiri)
Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 255
“Allah itu, tidak ada Tuhan yang sebenarnya melainkan Dia, yang hidup yang berdiri dengan sendirinya Dia tidak dihampiri oleh ngantuk dan tidak oleh tidur……….”

Surat 3 (AL-IMRAN) Ayat 2
“Allah itu, tidak ada Tuhan melainkan Dia , yang hidup yang berdiri dengan sendirinya”

Surat 20 (THA-HA) Ayat 111
“Dan akan tunduk muka-muka bagi Tuhan yang hidup, yang berdiri dengan sendiriNya, dan sesungguhnya, rugilah orang yang telah kerjakan kezhaliman.”

Ketiga ayat diatas dan berbeda surat sangat tegas menyatakan bahwa Allah berdiri dengan sendirinya dan Allah tidak berawal dan tidak berakhir. Bagaimana kaitannya antara Ruh dengan ketiga ayat tersebut diatas? Manusia dalam kehidupannya yang sementara dialam dunia, banyak sekali (mayoritas) tidak menyadari akan dirinya yang sebenarnya, tidak mengetahui tujuan hidupnya, mereka sekedar menjalaninya saja dan menganggap dirinyalah yang paling benar. Dalam bunyi ayat “berdiri dengan sendirinya” mengapa selalu didahului dengan “ yang hidup” artinya kaitannya dengan manusia adalah Tuhan menciptakan manusia diwajibkan mengerjakan perintah dan menjauhi laranganNya, dimana kewajiban-kewajiban tersebut adalah suatu proses manusia menuju kepada kesempurnaannya sebagaimana ia diciptakan memiliki Ruh yang terkandung sifat “Ilahi”, bila mana manusia didalam kehidupannya mengerjakan dengan sungguh kewajiban-kewajiban tersebut maka hawa nafsu akan tertundukkan, dalam kondisi ini akan dikuasai oleh sifat-sifat Ilahi, manusia baru dikatakan hidup, Ruh sebagai pengendali atas diri manusia, dikatakan juga manusia berdiri sendiri atau kuasa atas dirinya, tidak berdiri atas hawa nafsunya demikian yang dimaksud dengan berdiri sendiri.

6. WAHDANIAH (Esa/Ganjil)
Esa/Ganjil adalah wadah (tempat) Dzatiniah
Dzatiniah adalah Dzatnya Allah berapa Nur dan Nur tersebut dinamakan Allah dan Dzatnya Allah mempunyai 99 nama
Surat 21 (AL-ANBI-YA’) Ayat 108
“Katakanlah, sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku ialah bahwasanya Tuhan kamu itu tidak lain melainkan Tuhan yang Tunggal, maka tidakkah mau kamu masuk dalam keselamatan.”

Surat 37 (ASH-SHAFFAT) Ayat 4
“Sesungguhnya Tuhan kamu itu satu.”
Surat 112 (AL-IKHLAS) Ayat 1
“Katakan; Ia lah yang tunggal.”

Bahwa Tuhan itu satu (tunggal) hampir semua manusia meyakini hal ini, demikian dengan manusia bahwa Ruh itu tunggal beda dengan jasmaniah yang memiliki empat (4) unsure.
a. Wahdaniah Al-Makaniah
– Allah tidak terikat dengan tempat
b. Wahdaniah Al-Zamaniah
– Allah tidak terikat dengan waktu
c. Wahidiyah
– Allah sangat halus
d. Wahdaniah Suhudi (wahdatul suhud)
– Proses teknis untuk bertemu Allah
e. Wahdatul Wujud
– Bertemu Allah (Tha-ha-li)

C. MAKNAWIAH (Terprogram)
7. KODRAT (KUASA/KEINGINAN/VISI)
Manusia dalam kehidupan dialam dunia, akan melalui tahapan-tahapan diawali bayi, balita, anak-anak, remaja, pemuda, setengah tua, tua kemudian mati.
Surat 4 (AN-NISA) Ayat 28
“Allah hendak meringankan (keberatan) dari kamu, karena manusia itu diciptakan bersifat lemah.”

Bahwa manusia memulai kehidupannya didunia dalam kondisi lemah baik fisik, akal, fikiran maupun jiwanya berawal dari kelemahan ini manusia berproses dan berevolusi menuju kepada kesempurnaannya, kesadaran akan hal inilah seharusnya dimiliki manusia akan tetapi kebanyakan manusia dikuasai oleh hawa nafsunya sehingga ia tidak kuasa atas dirinya. Nilai-nilai kesempurnaan dan kesuksesan hanya yang bersifat materi (pangkat, gelar, jabatan dan harta benda). Kondisi manusia yang terhijab atas hawa nafsu dimaknai dengan “KODRAT”
Surat 4 (AN-NISA) Ayat 31
“Jika kamu jauhi dosa-dosa besar yang dilarang kamu mengerjakannya niscaya Kami akan hapuskan dari kamu kesalahan-kesalahan kamu, dan akan Kami masukan kamu ditempat masuk yang mulia.”

Istilah kodrat ini kerap kali kita dengar dari orang-orang yang dihadapkan pada satu kasus dan mereka tidak menemukan jawabannya maka untuk menghindar atau mencari pembenaran muncullah kata kodrat artinya bahwa keterbatasan manusia dalam pemahaman dan tidak berusaha untuk mencari arti yang sebenarnya dan terjadi pembatasan didalam kerangka berfikir, kondisi seperti ini sering diistilah “AWAM”. Sedangkan ayat diatas menegaskan akan kondisi ini dimana kondisi (orang awam) adalah kondisi manusia yang diliputi oleh dosa-dosa yang mereka kerjakan sendiri.

8. IRADAT (Menentukan)
Iradat adalah niat/kehendak/tekad, kaitannya dengan hati manusia, yang melahirkan bisikan yang sangat halus, salah dan benar didalam mengarungi samudera kehidupan menuju dimensi akhirat tergantung pada iradat (niat), visi atau tujuan manusia hidup banyak sekali versinya, maka factor pengetahuan demikian pentingnya didalam mendudukan niat. Kata iradat ditujukan kepada orang-orang yang tidak mengerti atau faham akan tujuan hidup, ketidak fahaman dilahirkan oleh sebab kedangkalan pengetahuan melahirkan keterbatasan cara pandang akan dirinya dan Tuhannya.
Surat 35 (FA-THIR) Ayat 15
“Hai manusia! kamulah orang-orang yang berkehendak kepada Allah, sedang Allah Ia lah yang kaya, yang terpuji.”

Ayat ini sangat jelas dan tegas mengabarkan tentang kehendak manusia, dikatakan “yang berkehendak kepada Allah “bukan” kepada dunia” ditutup dengan yang kaya dan yang terpuji”, untuk menuju kepada Allah, sifat yang terpujilah yang harus dimiliki (disandang) manusia untuk menyandang sifat terpuji (sifat Ilahi) manusia harus kaya akan pengetahuan.
Surat 39 (AZ-ZUMAR) Ayat 34
“Adalah mereka disisi Tuhan mereka, apa yang mereka kehendaki, yang demikian itu ganjaran bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.”

Niat (Iradat) kata kunci, selamat atau tidaknya manusia di akhirat kelak (dimensi kelanggengan), niat (iradat) akan melahirkan perilaku baik atau perilaku buruk oleh karena itu hati-hati didalam mendudukan niat (Iradat).

9. ILMU (Energi)
Yang dimaksud dengan kata “ILMU” disini adalah pengetahuan yang dimiliki manusia masih terbatas pada dimensi yang bersifat duniawi tidak yang bersifat keTuhanan, pengetahuan yang bersifat muamalah, dimana tujuan pengetahuan yang dimilikinya hanya untuk kebutuhan hidup lahiriyah semata dalam ruang lingkup duniawi. Proses untuk mendapatkannya melalui pendekatan yang bersifat formal antara lain, sekolah, mambaca interaksi dengan orang lain, riset dsb.
Surat 83 (AL-MUTHAFFIFIN) Ayat 14
“Tidak sekali-kali! Bahkan apa yang telah mereka usahakan itu telah menutup hati mereka.”

Surat 30 (AR-RUM) Ayat 7
“Mereka mengetahui sesuatu yang lahir dari penghidupan dunia, padahal dalam urusan akhirat mereka lalai.”

Dua surat diatas sudah mencukupi dengan apa yang dimaksud “ILMU”
Bila kita amati perkembangan ilmu pengetahuan sejak abad 20 sampai sekarang ini demikian pesatnya, pendidikan atas diri manusia adalah segala-galanya, disisi lain perkembangan moral manusia semakin rendah, demikian hebat dunia memperdaya komunitas manusia.

10. HAYAT (Hidup)
Hidup yang dimaksud adalah : kita sebagai manusia mengalami proses evolusi sebagaimana halnya jasmaniah (fisik) dari awal kelahirannya sebagai bayi sampai menjadi tua dan akhirnya mengalami kematian. Proses evolusi ini tidak hanya terjadi pada hal yang bersifat fisik (jasad) saja, tapi juga pada dimensi bathin, pada dimensi fisik manusia menganggap bahwa dirinya berupa jasad hanya yang lahirnya saja. Ketergantungannya terhadap hal-hal yang bersifat materi (matrial) begitu besar ini yang dimaksud dengan hidup, sementara kondisi bathin masih dikatakan mati, hal ini karena dimensi bathin sepenuhnya dikuasai oleh hawa nafsu dan kondisi seperti ini menguasai komunitas manusia pada zaman sekarang ini, mayoritas manusia didunia pada era globalisasi ini mulai dari kalangan bawah, menengah dan atas dari yang sangat primitive sampai yang termodern menumpahkan cita-citanya pada penghidupan duniawi, seluruh fikirannya dicurahkan untuk bagaimana mendapatkan dan mengumpulkan uang (dollar) dan harta sebanyak-banyaknya, mereka menganggap, tidak akan bisa hidup tanpa uang atau waktu adalah uang.
Surat 6 (AL-AN’AM) Ayat 32
“Dan tidaklah penghidupan dunia ini melainkan permainan dan kelalaian, dan sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang berbakti. Oleh karena itu, tidakkah kamu mau berfikir”

Ayat ini diakhiri oleh kata “berfikir” bahwa Tuhan memberikan peralatan (piranti) yang berupa “fikir” atas diri manusia semata-mata untuk berbakti kepada Tuhan, untuk mencari akan Dzat, sifat KeAgungan Tuhan yang ada pada dirinya untuk menjadikan manusia taat dan taqwa atas perintah dan laranganNya. Dalam komunitas manusia yang cinta kepada dunia (matrialistik) terbagi atas 2 golongan.
Surat 1 (AL-FATIHAH) Ayat 37
“Bukan mereka yang dimurkai atasnya dan bukan mereka yang sesat”

Golongan pertama adalah : golongan yang dimurkai golongan yang didalam kehidupannya mempelajari dan mengerti akan agama, mereka berpengetahuan akan tetapi pengetahuan agama yang dimilikinya digunakannya untuk kepentingan dunia, kecintaannya kepada dunia demikian besar.
Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 86
“Mereka itu orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan harga akhirat, oleh karena itu tidak akan diringankan siksaan dari pada mereka dan mereka tidak akan diberi pertolongan.”

Golongan kedua adalah : golongan yang sesat golongan ini adalah orang-orang yang tidak beragama dan golongan yang mengaku beragama tetapi mereka tidak mengerti dan memahami, ada yang beribadah sebagai contoh mereka sembahyang tapi sembahyang (shalat) yang dilakukan bukan karena takut kepada Tuhan tetapi mereka takut akan dunia, takut dijauhi oleh rizki, golongan ini golongan mayoritas atas komunitas manusia.
Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 204
“Dan dari antara manusia ada yang perkatannya dalam hal kehidupan dunia membuatmu senang dan ia menjadikan Allah saksi atas apa yang ada dihatinya, pada hal ia itu sejahat-jahatnya musuh.”

Surat 16 (AN-NAHL) Ayat 21

Surat 27 (AN-NAML) Ayat 4
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mau beriman kepada akhirat, kami nampakan baik bagi mereka, amal-amal mereka, maka dengan sebab itu, mereka mengembara dalam kesesatan”
Surat 76 (AL-INSAN) Ayat 27
“Sesungguhnya mereka cinta dunia dan mereka meninggalkan dibelakang mereka satu hari yang berat.”

Demikian kehidupan dunia apa dimaksudkan dengan hidup, marilah kita lihat diri kita masing-masing, ada pada golongan yang mana kita berada.

11. SAMI (Mendengar)
Manusia diciptakan secara fisik memiliki alat pendengaran yang dinamakan telinga demikian pula hewan, dimana fungsi telinga adalah menangkap frekuensi suara kemudian dikirim keotak yang berisi milyaran sel yang salah satu fungsi sel adalah menyimpan data, frekuensi suara yang diterima oleh telinga, demikian pula pengetahuan yang dibawa oleh frekuensi suara termemori (direkam) oleh sel otak. Tahapan awal pada diri manusia, untuk memahami akan kehidupannya membutuhkan akan pengetahuan sebagai ilmu untuk memasuki dimensi kesadaran memahami hidup dan kehidupan yang ia jalani yang meningkat menuju kesempurnaannya. Suara yang termemori sesuai dengan apa yang menjadi keinginannya tidak semua suara dapat ditangkap dan direkam oleh sel otak, disebabkan karena pertumbuhan sel otak pada tiap manusia berbeda-beda disesuaikan factor genetic yang dipancarkan oleh kedua orang tuanya.

Surat 21 (AL-ANBI-YA) Ayat 45
“Katakan: “Aku tidak ancam kamu melainkan dengan wahyu, tetapi orang-orang tuli, tidak bisa mendengar seruan apabila mereka diancam”

Ayat ini bukan menjelaskan pendengar secara jasmani (fisik) artinya secara fisik ia memiliki telinga dan dapat mendengar tetapi ia tidak bisa menangkap frekuensi ilahiah demikian yang dimaksud dengan “WAHYU” bahwa ada piranti untuk mendengar selain telinga yang terdapat pada jasad.

Surat 27 (AN-NAML) Ayat 80
“Sesungguhnya engkau tidak bisa membikin dengar orang-orang yang mati, dan tidak bisa engkau bikin orang-orang tuli mendengar panggilan, apabila mereka berpaling membelakang.”

Bahwa orang-orang yang tidak tunduk dan taat kepada perintah dan larangan Allah itu dikatakan mati dan tuli, kalimat yang berbunyi “mereka berpaling membelakang” adalah orang-orang yang bervisi (tujuan) hidup kepada dunia. Dan masih banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang sami (mendengar).

12. BASAR (Melihat)
Seperti halnya sami, basar (melihat) pun bagi orang-orang yang tidak mengerti (memahami) akan hidupnya dikatakan buta walaupun orang tersebut memiliki mata sebagai alat untuk melihat dan ini adalah golongan orang-orang yang dimurkai dan golongan sesat.
Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 15
“Allah akan balas mengolok-olok mereka akan Aku biarkan mereka mengembara buta, tuli didalam kesesatan mereka yang melampui batas.”

Ayat ini menjelaskan tentang golongan manusia yang dikatakan sami, basar (tuli, buta) seperti yang telah dijelaskan diatas yaitu golongan sesat dan golongan orang-orang yang dimurkai.
Surat 5 (AL-MA-IDAH) Ayat 71
“Dan mereka sangka, bahwa tidak aka ada percobaan, lantas mereka jadi buta dan tuli, kemudian Allah beri taubat kepada mereka, kemudian kebanyakan dari mereka jadi buta dan tuli, padahal Allah melihat apa yang mereka kerjakan.”

Surat 30 (AR-RUM) Ayat 53
“Dan tidaklah bisa engkau memalingkan orang-orang yang buta dari kesesatan mereka, tidak bisa engkau membikin dengar, melainkan orang-orang yang mau beriman kepada ayat-ayat Kami, lantas mereka menyerah diri.”

Surat 47 (MUHAMMAD) Ayat 23 dan 24
23/ “Mereka itu ialah orang-orang yang dilaknat oleh Allah, lalu ia tulikan mereka dan butakan pandangan mereka.”
24/ “Maka tidakkah mau mereka perhatikan Qur’an? Atau adakah atas hari mereka itu tutupan-tutupannya?”

Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 171
“Dan bandingkan menyeru orang-orang yang tidak mau beriman itu seperti orang yang menyeru sesuatu yang tidak mengerti melainkan suara panggilan dan seruan mereka itu tuli, bisu, buta oleh sebab itu, mereka tidak mengerti.”

13. KALAM (Berkata)
Berkata atau berbicara salah satu piranti atas badan lahir (jasmaniah) manusia, piranti (alat) ini demikian penting sebagai alat komunikasi untuk manusia sebagai makhluk social, piranti inipun sebagai bekal awal dalam kehidupan manusia, baik tidaknya manusia akan terlihat dari bagaimana ia berbicara dan dari alat ini banyak sekali dosa yang dilahirkannya, dan ia digunakan hanya terbatas antara manusia dengan manusia inipun dengan bahasa yang dipahami.
Surat 6 (AL-AN-AM) Ayat 39
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami itu, tuli dan bisu, didalam kegelapan-kegelapan. Siapa-siapa yang Allah mau, Ia akan sesatkan dia; dan siapa-siapa yang Ia mau, Ia akan jadikan dia atas jalan yang lurus.”

Kalau kita perhatikan ayat ini dengan kalimat yang berbunyi “mendustakan ayat-ayat Kami”, golongan ini adalah orang-orang yang mempelajari kemudian mengerti dan memahami tapi mereka mendustai dikatakan mereka tuli dan bisu, bagaimana dengan mereka dapat membaca tapi tidak mengerti apalagi memahami yang lebih celakanya mereka yang tidak membacanya sama sekali padahal mereka Islam dan mereka menyangka mereka akan masuk surga.
Surat 8 (AL-ANFAL) Ayat 22
“Sesungguhnya, sejahat-jahatnya makhluk yang merayap, pada sisi Allah ialah orang-orang yang tuli dan bisu, yang tidak mau mengerti.”

Maksud dari kalimat “makhluk yang merayap” adalah kendaraan yang digunakan manusia seperti halnya motor, mobil dan yang lainnya. Pada zaman sekarang ini, dua (2) golongan yang dimaksud (sesat dan dimurkai) dikiaskan dengan makhluk yang merayap. Orang-orang yang cinta bahkan sangat mencintai dunia lebih banyak waktu hidupnya diatas kendaraan untuk menggapai (mendapati) barang-barang yang dicintainya dan mereka tidak pernah puas dengan apa yang sudah didapatinya.
Surat 6 (AL-AN-AM) Ayat 46
“Katakan: “Bagaimanakah fikiran kamu, jika Allah cabut pendengaran kamu dan penglihatan-penglihatan kamu dan Ia meterai atas hati kamu? Siapakah Tuhan selain dari Allah yang bisa mengembalikannya kepada kamu? “Lihatlah bagaimana Kami ulang-ulangkan ayat-ayat Kami, kemudian mereka berpaling”

Sudah banyak contoh manusia dalam kehidupan ini, sebagai contoh kasus ketika kecintaan terhadap dunia demikian besar, pada hari tuanya mengalami banyak penyakit sampai mengalami telinga tuli, matanya buta tetapi tetap saja hatinya condong kepada dunia, kondisi ini kita saksikan hampir setiap hari dan tidak menjadi hikmah bagi orang-orang yang menyaksikan, karena kebanyakan manusia telah di materai hatinya oleh kecintaannya kepada dunia, memori yang tersimpan pada fikiran kita terisi oleh hal-hal yang bersifat matrialistik. Pada hal begitu kasih dan sayangnya Tuhan kepada manusia, Ia membuat ayat-ayat dari mulai ayat yang nyata (alam semesta ini) ayat yang tertulis (kitab Al-Qur’an) ayat yang berjalan (manusia) semata-mata sebagai petunjuk menuju jalan yang lurus, jalan menuju kepadaNya.
Surat 30 (AR-RUM) Ayat 41
“Telah lahir kerusakan dibumi dan dilaut dengan sebab usaha tangan-tangan manusia”

D. FI’LIYAH (Pendalaman)

14. KODIRUN (Yang Kuasa)
Manusia pada kondisi Kodirun (yang kuasa) adalah setelah lahirnya kesadaran atas diri manusia antara ia terhadap Tuhannya, ia bekerja keras dan sungguh-sungguh didalam taat dan taqwa atas perintah dan laranganNya, kepahaman atas visi dan misi hidup dan kehidupannya semakin jelas, ia yang kuasa atas badan lahir dan bathin, tertunduknya hawa nafsu, ketergantungan atas matrialistik semakin hari semakin mengecil sampai akhirnya hilang sama sekali dan ketergantungannya hanya kepada Tuhannya yaitu Allah pemilik atas dirinya, hari-harinya hanya berbakti dan mengabdi, tiada yang terlebih penting melainkan Allah, tampak sifat-sifat Tuhannya atas dirinya yang diantaranya sabar, syukur, ikhlas, jujur, fatonah dan seterusnya. Kodirun didalam Al-Qur’an dikatakan orang-orang yang beriman.
Surat 24 (AN-NUR) Ayat 55
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman dari kamu dan beramal shalih, bahwa ia akan jadikan mereka khalifah dibumi sebagaimana Ia telah jadikan khalifah orang-orang yang sebelum mereka dan akan Ia jejakan bagi mereka agama mereka yang Ia ridhoi untuk mereka, dan ia akan gantikan ketakutan mereka dengan keamanan. Mereka akan menyembah akan Daku, tidak mereka sekutukan sesuatu dengan Daku, dan barang siapa kufur sesudah itu, maka mereka itu orang-orang yang fasiq”

Tidak jarang pada zaman sekarang ini kita temukan orang-orang yang ahli dalam bidang agama mereka hidup bermewah-mewah, ilmunya dijadikan alat untuk memperkaya diri, orang-orang yang seperti ini yang dikatakan fasiq.

Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 218
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berhijrah serta bekerja keras dijalan Allah, mereka itu orang-orang yang berharap rahmat Allah.”

Surat 3 (AL-IMRAN) Ayat 142
“Apakah kamu sangka, bahwa kamu akan masuk surga, padahal Allah belum buktikan mereka yang bekerja keras dari antara kamu dan belum buktikan mereka yang sabar.”

Bila kita kaji dan hayati ayat diatas dapat kita simpulkan bahwa hidup itu tidak sederhana, untuk mencapai kondisi kodirun saja bukan pekerjaan mudah, dalam ayat 218 Al-Baqarah sangat jelas dan gamblang bahwa untuk menjadikan iman atas diri saja (kodirun) tunduk dan patuh, melalui proses yang panjang untuk memahami apa makna dari ayat-ayat yang terkandung didalam Al-Qur’an apa lagi untuk mendapatkan surga, dan masih banyak persyaratan-persyaratan yang wajib dilaksanakan dengan kerja keras bagi orang-orang yang berharap hidup bahagia, tentram dan damai diakhirat kelak, semoga kita termasuk golongan orang-orang yang bekerja keras dijalan yang lurus yang diridhoi.

15. MURIDUN (Yang Menentukan)
Setelah tahapan Kodirun yaitu suatu keinginan yang kuat dan bulat serta kerja keras didalam ibadah tunduk dan taat, ia mengerti dan paham akan tujuan hidupnya maka lahirlah niat/kehendak atas dirinya, meneruskan kerja kerasnya untuk mencapai tujuan (visi) atas hidupnya artinya tertunduknya hawa nafsu atas badan lahir dan bathin pada kondisi ini Ruh sebagai pengendali, Ruhlah yang menentukan arah dan tujuan apa yang dikehendaki, untuk menuju keselamatan dunia dan akhirat.

Surat 2 (AL-BAQARAH) Ayat 177
“Bukanlah kebajikan itu bukan masalah kamu memalingkan muka kamu kepihak timur dan barat, tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dan malaikat dan kitab dan nabi-nabi dan mendermakan harta yang sedang ia cinta itu kepada keluarga yang miskin dan anak-anak yatim dan orang-orang miskin dan orang pelayaran (yang kehabisan bekal) dan orang-orang yang meminta dan menebus hamba-hamba (budak) dan mendirikan sembahyang dan mengeluarkan zakat dan menyempurnakan janji, apabila berjanji dan sabar diwaktu kepayahan dan sesudahnya dan diwaktu perang, mereka itu ialah orang-orang yang benar dan mereka itu ialah orang-orang yang berbakti.”

Surat 3 (AL-IMRAN) Ayat 16 dan 17
16/ “(Yaitu) orang-orang yang berkata,”Hai Tuhan Kami! Sesungguhnya kami telah beriman. Oleh sebab itu, ampunkanlah dosa-dosa kami dan peliharalah kami dari pada siksa neraka.”

17/ “(Yaitu) orang-orang yang sabar dan yang benar dan yang taat sungguh-sungguh dan yang membelanjakan harta dan yang meminta ampun diwaktu malam.”

Surat 9 (AL-BARA-AH) Ayat 59
“Dan alangkah baiknya jika mereka ridho dengan apa yang Allah dan RasulNya berikan kepada mereka sambil mereka berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Ia dan RasulNya akan beri kepada kami kurniaNya, sesungguhnya kepada Allahlah kami menuju”

Tiga surat dan ayat diatas, mencukupkan akan pengertian kita dengan apa yang dimaksud “Muridun” dan masih banyak lagi ayat-ayat yang kaitannya dengan niat dan tujuan hidup manusia dimuka bumi ini sebagai manusia yang beriman.

16. ALIMUN (Yang Mengetahui)
Manusia sebagai makhluk Ruhaniah bagian dari Ruh Allah, Ia memiliki pengetahuan (energi) keTuhanan, sebagaimana sudah dijelaskan diatas pada surat Al-Baqarah ayat 31.
Alimun adalah ilmu mukasyawah (Laduni) dimana kondisi manusia ketergantungannya terhadap hal yang bersifat matrialistik demikian rendah dan kebaktian, ketaatan serta ketaqwaannya sangat tinggi terhadap Tuhannya, pengetahuannya tidak didapatkan melalui pencarian yang bersifat formal artinya tidak didapat bangku sekolah, membaca melalui buku-buku dan hubungan antara manusia dengan manusia. Dengan terpeliharanya ketaatan dan ketaqwaan maka kondisi jasmaniah dan bathiniah semakin hari semakin bersih dan suci, mengakibatkan pertumbuhan sel-sel didalam otak demikian baik dan sempurna bersamaan dengan tumbuhnya sel otak pengetahuan yang terprogram pada Ruh mengisi sel-sel tersebut. Proses ini berlangsung tahap demi tahap disesuaikan dengan kondisi orang tersebut pengetahuan inilah yang didapat oleh orang-orang yang dekat dengan Tuhannya seperti halnya para Nabi dan Rasul serta Wali.
Sebaliknya kondisi manusia yang ketergantungannya terhadap dunia demikian besar akan mengakibatkan beban atau stress, keadaan ini akan membunuh sel otak dan melahirkan berbagai macam penyakit, baik penyakit badan lahir maupun bathin maka kondisi ini dapat diistilahkan dengan dosa. Kalau kita perhatikan, berapa banyak manusia yang ketergantungannya terhadap, pangkat, jabatan, uang, harta, wanita dan lain-lain sudah dapat dipastikan akhir dari pada hidupnya seperti apa.

Surat 7 (AL-A’RAF) Ayat 52
“Dan sesungguhnya telah Kami datangkan kepada mereka satu kitab yang telah kami terangkan dia atas dasar pengetahuan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang mau beriman.”

Surat 39 (AZ-ZUMAR) Ayat 9
“Atau adakah orang yang berbakti diwaktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, dalam keadaan takut kepada azab akhirat dan mengharap rahmat Tuhannya itu sama dengan lainnya? Katakanlah : Adakah sama mereka yang tahu dan mereka yang tidak tahu? Tidak mengingat melainkan orang-orang yang mempunyai fikiran”

Makna dari Alimun adalah orang-orang yang mengerti dan faham akan seluruh pengetahuan yang ada dimuka bumi ini, tidak ada lagi sesuatu perkara yang gaib lagi baginya, semua dia ketahui sebagaimana sifat Tuhannya, bahwasanya Ruh diprogram oleh Tuhan atas semua pengetahuan yang terdapat pada alam semesta ini, dari yang kasat mata sampai yang tidak kasat mata, ia tidak dibatasi oleh dimensi ruang, gerak dan waktu, ia menyaksikan seluruh ciptaan Tuhannya tanpa terkecuali.

17. HAYAN (Yang Hidup)
Surat 6 (AL-AN’AM) Ayat 122
“Dan apakah orang tadinya mati, lalu Kami hidupkan dia dan Kami adakan baginya cahaya yang ia berjalan dengannya diantara manusia itu sama seperti orang yang didalam kegelapan-kegelapan, yang tidak bisa keluar dari padanya? Demikianlah dihiaskan bagi orang-orang kafir itu apa-apa yang mereka telah kerjakan.”

Hayan adalah komunitas manusia yang bersungguh-sungguh, bekerja keras mencari cahaya Tuhannya dengan ibadah yang terus menerus sampai ia memahami akan hidupnya, apa yang menjadi visi dalam kehidupannya didunia yang menjadikan ia bekerja hanya untuk Tuhannya, lahirnya Ruh (Cahaya) atas jasmaniah dan bathiniah.

Surat 6 (Al An’am) ayat 60
“Dan Ialah yang memegang kamu pada waktu malam dan Ia mengetahui yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Ia bangunkan kamu padanya, supaya disempurnakan satu waktu yang tertentu, Kemudian kepadaNyalah tempat kembali kamu, kemudian Ia akan khabarkan kepada Kamu apa yang telah kamu kerjakan”

Kalimat yang berbunyi “Ia bangunkan kamu padanya” maknanya adalah manusia yang lalai akan ibadahnya dikatakan mati (malam), dengan berjalannya waktu ia mulai bersungguh sungguh dengan ibadahnya, proses ini terus berlangsung hingga ia mengerti dan memahami (Ia bangunkan kamu) artinya hidup (siang). Setelah ia hidup maka ia berproses menyempurnakan visi dan misinya, tidak ada tujuan selain kepada Tuhannya (satu waktu yang tertentu). Kecintaan dan kerinduan hanya kepada Tuhannya, ia tidak lagi berkeinginan kepada gemerlapnya dunia (terbebas dari kemelekatan duniawi).

Surat 76 (Al Insan) ayat 31
“ Ia masukkan siapa saja yang ia kehendaki kedalam rahmadNya, sedang orang orang yang zalim itu Ia sediakan untuk mereka Adzab yang pedih”

Kondisi manusia yang memasuki fase hidup (hayan) apa yang dikerjakannya tidak atas kepentingan dirinya dan golongannya, suatu bentuk pengabdian yang tulus dan ikhlas, hanya mengharap rahmad dari Tuhannya, hanya pekerjaan pekerjaan yang baik dan benar, ia ikhlas dengan apa yang diperbuat Tuhan atas dirinya.

18. SAMIUN (YANG MENDENGAR)
Surat 8 (Al Anfal ) ayat 20
“Hai orang orang yang beriman! Taatlah kamu kepada Allah dan Rasulnya, dan janganlah kamu berpaling dari padaNya, pada hal kamu mendengar”

Hati manusia adalah sebuah dimensi yang sangat besar, di sanalah Ruh bersemayam, di dalam inti Ruh manusia adalah bagian dari Zdat Allah, di dimensi kedua sesudah dimensi Rohaniah adalah dimensi Siriyah (alam bawah sadar), pada dimensi ini seluruh pengetahuan tememori (disimpan).
Kerap kali kita mendengar bisikan bisikan yang sangat halus dalam melakukan sesuatu dan selalu ada dua suara halus yang kita dengar yang saling bertentangan, yaitu suara dari hawa nafsu dan suara dari dimensi siriyah (ruang rahasia). Pengendali atas dimensi siriyah adalah dimensi Zdat Allah, seluruh informasi yang disampaikan adalah kebenaran yang hakiki, sedang yang terjadi di dalam diri manusia kerap kali informasi informasi ini terabaikan, penyebabnya adalah hawa nafsu yang dikendalikan oleh iblis, maka yang terjadi terhambatnya informasi memasuki sel sel di dalam otak.
Bagi manusia yang bekerja keras berbakti kepada Tuhannya dengan kekuatan ibadah lambat laun hawa nafsu akan melemah da akhirnya tunduk setunduk tunduknya, artinya semua informasi dalam bentuk pengetahuan akan didengar (yang mendengar) dan disimpan di dalam sel otak. Dalam kondisi ini prndengarannya tidak lagi dibatasi ruang dan waktu.
Surat 8 (Al Anfal) ayat 23
“Dan kalau Allah tahu, bahwa pada mereka ada kebaikan, niscaya Allah buat mereka dengar, dan kalau Allah buat mereka dengar tentu mereka akan berpaling, padahal mereka menjauhkan diri”

Surat 50 (Qaf) Ayat 36, 37
“ Dan beberapa banyak kaum yang Kami telah binasakan sebelum mereka ini dan mereka itu lebih kuat dari pada mereka ini, sehingga mereka itu mengelilingi negeri negeri, adakah bagi mereka ini tempat pelarian?”

“Sesungguhnya tentang hal itu ada peringatan bagi orang orang yang mempunyai pikiran atau menggunakan pendengarannya, sedang ia memperhatikan”

Ayat ini mengandung makna tentang hukum sebab akibat, bahwa hukum Allah mengenai siapa saja baik itu sifatnya perorangan, kelompok, golongan maupun negara. Tidak ada yang mampu menghindar dari apa yang telah ditetapkan oleh Tuhan, mereka adalah orang orang yang tidak menggunakan fikirannya untuk kepentingan akherat dan yang tidak mendengar bisikan (informasi) halus dari dimensi siriyah (alam rahasia).

Surat 53 (An Najm) ayat 39
“Dan sesungguhnya manusia tidak akan mendapat melainkan menurut apa apa yang telah ia usahakan”

Surat 2 (Al Baqarah) ayat 218
“Sesungguhnya orang orang yang beriman dan berhijrah serta bekerja keras di jalan Allah, mereka itu orang orang yang berharap rahmat Allah, dan Allah itu pengampun penyayang”

Surat 6 (Al An’am) ayat 12
“Tanyalah:”Bagi siapakah apa yang ada di langit dan di bumi? Katakanlah:”Bagi Allah” Ia telah wajibkan dirinya memberi rahmat…

SAMIUN (YANG MENDENGAR) , untuk menuju level ini diperlukan kesungguhan dan memahami akan apa yang dikerjakan dan yang diusahakannya dan semata mata mengharap rahmat Allah pemilik atas semua jiwa.

19. BASHARUN (YANG MELIHAT)
Surat 6 (Al An’am) ayat 104
“Sesungguhnya telah datang kepada kamu beberapa keterangan dari Tuhan kamu, lantaran itu, barang siapa melihat, maka semata mata untuk dirinya, dan barang siapa buta, maka semata mata untuk kecelakaan atasnya dan bukanlah Aku penjaga atas kamu”

Seperti halnya Samiun bahwa di dimensi siriyah memiliki program melihat atau diistilahkan mata Ruh. Kemampuannya jauh melebihi mata fisik (jasad), kualitas ini yang akan menuntun penglihatan manusia menyaksikan yang tidak bisa disaksikan oleh mata jasad, kondisi inipun melalui proses tahapan tahapan sampai menuju kesempurnaannya. Sebuah tahapan kelahiran bawah sadar kepada alam sadar, basharun pun tidak dibatasi ruang dan waktu. Manusia dalam kondisi ini dapat menyaksikan dimensi antara lain menyaksikan waktu yang telah lalu dan waktu yang akan datang, menyaksikan dimensi makhluk halus , syurga, neraka dan lain sebagainya.

Surat 7 (Al A’raf) ayat 179, 198 dan 201
“Dan sesungguhnya kami telah sediakan untuk neraka, beberapa banyak dari jin dan manusia yang mempunyai hati tetapi tidak mau mengerti dengannya dan mempunyai mata tetapi tidak mau melihat dengannya dan mempunyai telinga tetapi tidak mau mendengar dengannya, mereka itu seperti binatang, bahkan mereka lebih sesat adalah mereka itu orang orang yang lalai”

(QS. 6 ayat 179)

“Dan jika kamu seru mereka kejalan petunjuk, mereka tidak akan dengarkan, dan engkau lihat, bahwa mereka melihatmu, pada hal mereka tidak melihat” (QS. 6 ayat 198)

“Sesungguhnya orang orang yang bertaqwa itu, apabila mengenai mereka gangguan dari syetan, mereka ingat, lalu mereka lihat”(QS. 6 ayat 201)
Beberapa keterangan di atas ini kiranya sudah cukup menjelaskan, apa yang dimaksudkan dengan makna basharun.

20. MUTAKALIMUN (YANG BERKATA KATA)
Mutakalimun (berkomunikasi), Kemampuan (kualitas) orang orang di kondisi ini, mereka dapat berkomunikasi kepada seluruh makhluk, tentunya , setiap makhluk mempunyai cara yang berbeda dengan manusia yang kebanyakan orang masih menjadi hal yang misteri.
Ruh adalah cahaya dimana kecepatannya, dalam berkomunikasi demikian luar biasa bila kita bandingkan dengan kecepatan suara, dikatakan dalam ayat:
“Naik malaikat dan Ruh Ruh kepadaNya didalam sehari qadarnya lima puluh ribu tahun” (QS. 70 Al Haq’qaq ayat 4)
Artinya bahwa perbandingannya adalah satu hari berbanding delapan belas juta hari, artinya satu jam berbanding 18.000.000 jam. Tehnologi manusia dengan kecanggihannya, untuk ukuran kecepatan baru sampai pada kecepatan suara. Demikian yang terjadi pada mi’rajnya Nabi Muhammad SAW dari dimensi matrialistik menuju dimensi zdat Allah. Di dalam beberapa ayat menjelaskan komunikasi antara Nabi dengan Allah antara lain :

Surat 4 (An Nisa’) ayat 164
“Dan kami telah utus beberapa rasul yang telah Kami ceritakan (hal hal) mereka kepadamu lebih dahulu dan beberapa rasul yang tidak kami ceritakan kepadamu dan Allah telah omong (berbicara) kepada Musa omongan yang terang”

Surat 7 (Al A’raf) ayat 144
Allah berkata: Hai Musa! Sesungguhnya Aku telah memilihmu atas sekalian manusia dengan Risalah RisalahKu dan KalamKu, oleh karena itu, ambilah apa yang Aku berikan kepadamu, dan jadilah daripada orang orang yang berterimakasih ( bersyukur ).

Komunikasi yang terjadi antara Allah dengan Nabi Musa pada dimensi yang tidak terjamah oleh otak manusia, artinya tata nilai ilmiah tidak dapat untuk menjangkaunya.Kalau Nabi dan Rasul Rasul dapat berkomunikasi dengan Tuhan, bagaimana dengan manusia biasa? Bila kita amati secara teliti, dengan kejernihan hati dan fikiran, ada beberapa ayat di dalam Al Qur’an yang mengkiaskan akan pertanyaan di atas.

Surat 14 (Ibrahim) ayat 11
“ Berkata rasul rasul mereka kepada mereka: Kami ini tidak lain , melainkan manusia seperti kamu, tetapi Allah memberi kurnia kepada siapa yang Ia kehendaki dari hamba hambaNya, dan tidak bisa kami bawa keterangan kepada kamu, melainkan dengan izin Allah, dan kepada Allah hendaknya orang orang mu’min berserah diri”

Artinya bahwa: keberadaan rasul di muka bumi ini, diawali dari kebodohan suatu kondisi, ketidak mengertian dan ketidak fahaman, tidak ada seorang manusia ketika lahir ke alam dunia ini langsung menyandang predikat rasul, untuk mendapatkan predikat tersebut harus melalui proses yang sulit dan sangat berat. Di dalam prosesnya, tingkat kesabaran, keikhlasan, kejujuran, rasa syukur menerima apa adanya dan sebagainya sangatlah terukur kondisi ini yang melahirkan kurnia dan kehendakNya.
Tingkat pengetahuan yang dimilikinya di atas nilai nilai logika dan analogi manusia, yang tidak berproses (berevolusi) menuju tata nilai Ketuhanan. Dalam menyampaikan pengetahuannya disesuaikan dengan kebutuhan masing masing individu manusia. Ayat ini di akhiri dengan kalimat” Kepada Allah hendaknya orang orang mu’min berserah diri”. Kata mu’min adalah orang orang yang percaya kepada Allah sebagai Tuhan, Nabi Nabi dan Rasul Rasul, akhirat(kehidupan setelah di dimensi manusia)dan seterusnya, sedang “berserah diri” adalah orang orang mu’min yang mengerti dan memahami visi dan misi hidup, kemudian bersungguh sungguh bekerja keras dengan taat dan tunduk kepada Perintah dan laranganNya menuju pada tata nilai Ketuhanan dalam Kesifatannya.

Surat 18 ( Al- Kahf ) ayat 110
“ Katakanlah: Tidak lain aku ini, melainkan manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku, bahwa tidak ada Tuhan kamu, melainkan Tuhan yang satu, maka barang siapa percaya akan pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan jangan engkau sekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”

Dalam ayat ini kalimat yang terlahir adalah perkataan Nabi/Rasul, bahwa nabi menyatakan dirinya adalah manusia seperti manusia lainnya, di dalam prosesnya, sebelum dinyatakan sebagai nabi/rasul, beliau memasuki proses evolusi dimana tujuan di dalam hidupnya adalah mencari Tuhan yang satu, yang akhir dari proses tersebut bertemunya beliau dengan Allah yaitu Tuhan yang menjadi tujuannya dan ini diabadikan dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, di dalam pertemuan inilah terjadi komunikasi antara beliau dengan Allah.
Predikat Rasul yang disandangya tidak didapatnya jatuh gratis dari langit, ada persyaratan persyaratan yang harus (wajib) dilaluinya, suatu perjuangan yang sangat luar biasa, keteguhan yang juga luar biasa, untuk meyakinkan visi dan misi saja dibutuhkan pengertian, pengetahuan dan pemahaman yang hanya bisa di dapat dari kerja keras. Kejernihan hati dan fikiran dan di dalam perjalanan hidupnya tidak terfikir dan bercita cita untuk menjadi Rasul atau Nabi, hati dan fikirannya hanya tertuju kepada Allah, kondisi ini terus mengekal sampai ia menjumpai Tuhannya.Demikian lebih dan kurangnya kajian sifat dua puluh dalam rangka mengerti dan memahami siapa sebenarnya makhluk yang berinisial manusia.

VISI MISI
Setelah kita memahami kondisi fisik (Jasmani kasar) Batin (jasmaniah halus) dan ruh serta hawa nafsu, tergambar pula jati diri manusia didalam kajian Sifat Dua Puluh, selanjutnya apa yang menjadi visi dan misi manusia sebagai salah satu makhluk yang Tuhan ciptakan pada alam semesta ini?

VISI (TUJUAN)
Tentunya Tuhan ciptakan manusia dengan segala kelebihannya dengan melalui proses evolusi yang demikian panjang dan memakan waktu yang sangat lama sampai menjadi bentuk manusia yang sempurna. Kita sebagai manusia semestinya berfikir karena secara fisik diberikan otak yang sempurna, dilengkapi dengan akal yang sempurna.Pertanyaan yang sangat mendasar sekali adalah :
• Apa yang menjadi syarat adanya hidup dan kehidupan ini?
• Mengapa manusia dari strata sosial primitif sampai yang termodern beraktifitas?
• Apa yang menjadi tujuan hidup manusia?

Surat Al-Fatihah ayat 1
“Sekalian pujian hanya kepada (kepunyaan) Allah, tuhan bagi seluruh alam semesta”

Bahwa hidup dan kehidupan ini ada atas dua persyaratan yaitu:
• Pertama : Tuhan sebagai Pencipta
• Kedua     : Alam semesta sebagai Ciptaannya

Dari berbagai spesies makhluk yang berevolusi, manusialah yang berhasil mencapai puncak kesempurnaanya dari spesies spesies yang menghuni bumi sekarang ini.
Dikatakan bahwa manusia makhluk sosial dan berekspresi dengan dinamis, demikian pula aktivitas yang dilakukannya.
Apakah yang memicu manusia untuk beraktivitas?Tuhan yang maha berkuasa atas segala sesuatu menciptakan program atas diri manusia, program awal atas diri manusia dikenal dengan nama kodrat (keinginan), dengan keinginan inilah manusia bergerak dinamis untuk beraktivitas untuk memenuhi atau mendapatkan apa yang di inginkannya, diberinya oleh Tuhan 2 (dua) progaram berikutnya yakni:
1. Mencari
2. Memilih
Dengan kedua program ini manusia mempunyai kesempatan yang sama untuk menentukan keinginannya, baik ia pada tingkat (strata) sosial primitif maupun modern, untuk memudahkan tingkat keberhasilan dengan apa yang menjadi keinginannya program berikutnya adalah ilmu pengetahuan dan seterusnya. Dengan demikian kata kunci di dalam kehidupan ini adalah:

1. Kodrat (keinginan)
• mencari
• memilih
Sebagai contoh yang sederhana :
Ketika seorang bayi pertama kalinya memasuki alam dunia setelah selama sembilan bulan sepuluh hari berada pada alam rahim, ia sudah memiliki keinginan dengan bahasa tangis (menangis), ada sesuatu yang dicarinya, dalam mencari seorang bayipun memilih, saat apa yang dicarinya di dapat dan sesuai dengan apa yang dipilihnya maka berhentilah suara tangisannya, apa yang dicari dan dipilihnya yaitu susu, ketika yang diberikan selain dari susu maka iapun akan terus menangis.
Dengan berjalannya waktu lambat laun bayi tersebut beranjak pada kedewasaannya, ia dihadapkan dengan banyak pilihan dan pencarian, pertanyaan selanjutnya adalah:
Bagaimana ia dapat hidup selamat dunia dan akhirat? Di atas telah tertulis bahwa persyaratan hidup itu adalah keberadaan Tuhan dan Ciptaannya, artinya kita sebagai manusia dihadapkan pada dua pilihan dan kemudian mencarinya.Dimana pilihanya adalah :
1. Memilih dan mencari Tuhan sebagai Pencipta
2. Memilih dan mencari alam semesta Ciptaannya
Al Qur’an menjelaskan di dalam ayat ayatnya bahwa Tuhan atas seluruh manusia adalah Allah SWT dan alam semesta adalah Dunia. Kedua pilihan inilah yang akan menjadi tujuan hidup (visi) atas tiap tiap individu manusia.
Pertama : dalam masa hidup ia memilih dan mencari Allah
Kedua : dalam masa hidup ia memilih dan mencari dunia.
Manusia dihadapkan atas dua pilihan, manakah yang menjadi pilihannya, yang pertam atau yang kedua. Apakah mungkin kedua duanya?Jawabannya adalah tidak mungkin. Mengapa tidak mungkin? Karena antara keduanya (yang pertama dan yang kedua) berbanding terbalik seperti dua sisi mata uang atau timur dan barat atau siang dan malam yakni dua arah yang bertolak belakang.

Surat 16 (An Nahl) ayat 17
“Apakah Zdat yang menjadikan itu sama dengan zdat yang tidak menjadikan?Apakah kamu tidak mau fikirkan?”

Artinya bahwa ketika manusia memilih keduanya, maka ia menganggap sama, antara zdat yang menjadikan dengan zdat yang tidak menjadikan, jelasnya Tuhan sama dengan Ciptaannya.Awal memasuki jalan yang lurus tergantung pilihan kita, dalam proses evolusi manusia, pilihan dan pencarian terus berkembang dan terus mencari kesempurnaanya dan apa yang sudah dipilihnya mempunyai jalan masing masing dan kondisi yang berbeda dalam kesifatannya. Sikap dan kepribadian manusia akan tergambar dari perilakunya sehari hari. Pengetahuan yang dimiliki manusia menjadi faktor penting dalam menentukan pilihan dan semua ini tidaklah sederhana. Kembali pada perihal pilih dan cari, bunyi kalimat terakhir dari surat 16 ayat 17 adalah ” Apakah kamu tidak mau fikirkan?”

Surat 1 Al-Fatihah ayat 5,6 & 7
“ Tunjukanlah kepada kami jalan yang lurus” (QS.1:5)
“(Yaitu) jalan mereka yang engkau telah beri nikmat atasnya” (QS.1:6)
“Bukan mereka yang dimurkai atasnya dan bukan mereka yang sesat”(QS.1:7)

Didalam ayat ini ada dua pilihan jalan , yaitu jalan yang lurus dan jalan yang dimurkai dan sesat, diantara jalan ini berbanding terbalik, tidak akan mungkin memilih kedua jalan tersebut secara bersamaan. Bagaimana kita meyakini untuk memilih salah satu dari kedua jalan itu?

Surat Al-Baqarah ayat 44, 45 dan 46
“Adakah kamu patut menyuruh manusia berbuat kebaikan, padahal kamu lupa diri diri kamu, sedangkan kamu membaca kitab agama kamu, kalau demikian apakah kamu tidak mengerti?”
(QS. 2:44 )

“Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan sembahyang, karena sesungguhnya hal itu memang berat melainkan atas orang orang yang merendah diri” (QS.2:45 )

“Yang percaya bahwa sesungguhnya mereka akan bertemu Tuhan mereka, dan percaya bahwa sesungguhnya kepadaNyalah mereka akan kembali” (QS.2:46 )

Ketiga rangkaian ayat di atas menyatakan suatu proses pemikiran kemudian pencarian terhadap Tuhan. Pada ayat 44, menjelaskan orang orang yang belum memahami (mengenal) diri mereka dan visi (tujuan) dari hidup, berda’wah mengajak manusia berbuat kebaikan. Bagaiman mungkin, sementara ia sendiri belum tahu siapa dirinya yang sebenarnya, pada hal ia membaca dan mempelajari kitab Al-Qur’an. Berikutnya ayat 45 menyatakan bahwa proses mencari Tuhan itu bukan pekerjaan yang ringan, sungguh sangatlah berat dan kondisi ini hal yang sangat wajar disebabkan hasil yang akan ia petik adalah kenikmatan hidup di akhirat dalam keadaan kekal. Sementara alat (piranti yang terbaik) yang Tuhan sediakan adalah sabar dan sembahyang (sholat). Ayat selanjutnya (46) menyatakan tentang keyakinan, untuk memasuki percaya (yakin) bukanlah persoalan yang mudah, di sana ada proses, ilmu, pemahaman , pengkajian dan sebagainya. Bagaiman mungkin seseorang tiba tiba percaya dan meyakini bahwa ia akan bertemu dengan Tuhannya. Dari proses kajian demi kajian, pemahaman demi pemahaman melahirkan logika logika dan analogi analogi yang membawanya pada tata nilai keyakinan akan kebenaran apa yang diyakininya.
Baginya hidup adalah untuk mencari Tuhannya, dunia hanya sekedar tempat lewatnya , artinya hanya sebagai media atas tujuan hidupnya.
Hadist Rasulullah SAW:
“Dunia ini adalah penjara bagi orang mu’min dan syurga bagi orang orang kafir” (H.R. Muslin)

Hadist ini mengisyarat bahwa proses manusia untuk mencari Tuhan itu demikian beratnya dan dunia itu sendirilah penghalang atas manusia untuk bertemu dengan Tuhannya.

Hadist Rasulullah SAW.
”Kewajiban pertama manusia adalah mengenal Tuhan”

Banyak sekali hadist hadist yang menjadi sabda Rasulullah SAW yang menjelaskan akan kewajiban kewajiban atas manusia, dari semua kewajiban tersebut yang pertamaadalah mengenal Tuhan. Demikian penting karena dia menjadi urutan pertama, apa bila urutan pertama ini salah, maka yang terjadi urutan berikutnya pun sudah dapat kita pastikan akan salah juga, dan untuk dapat mengenal Tuhan maka manusia harus dapat mengenal dirinya. (kajian ini sudah kami jelaskan pada kajian manusia). Manusia untuk dapat bertemu dengan Tuhannya ia harus mengenalnya terlebih dahulu, demi persyaratan yang harus dipenuhinya.

Firman Allah Ta,ala :
Surat 2 (Al Baqarah) ayat 46
“ Yang percaya bahwa sesungguhnya mereka akan bertemu Tuhan mereka dan percaya bahwa sesungguhnya kepadaNyalah mereka akan kembali”

Demikian sulit dan berat ayat ini di dalam pengkajiannya, ada dua pengertian atas ayat tersebut :
Pertama : manusia bertemu tuhan masih dalam kondisi hidup di alam dunia
Kedua : Setelah manusia meninggal dunia
Bila kita perhatikan dan analisa dengan hati dan fikiran yang tenang ayat tersebut terdiri atas dua kalimat, yakni :
• Kalimat pertama : “yang percaya bahwa sesungguhnya
mereka akan bertemu dengan Tuhan mereka”
• Kalimat kedua : “dan percaya bahwa sesungguhnya kepadaNyalah mereka akan kembali”.
Dua kalimat yang berbeda yang masing masing berdiri sendiri sendiri, tergambar pada kalimat”yang percaya bahwa sesungguhnya”, kalimat ini melukiskan kalimat yang berbeda.
Misalkan saja ayat tersebut berbunyi: “yang percaya bahwa sesungguhnya kepadaNya mereka akan kembali dan bertemu Tuhan mereka”. Pertanyaanya adalah : Kenapa harus dipisah?
Kesimpulannya adalah bahwa manusia bertemu dengan Allah Ta’ala pada kondisi masih di dunia sebagaiman para nabi dan rasul sebagai suri tauladanya dan kondisi ini puncak dari kesempurnaan manusia dan setelah manusia meninggal dunia ia akan kembali kepada Tuhannya tanpa ada halangan sedikitpun karena ia bagian dari Ruh Allah Ta’ala.
Firman Allah Ta’ala:
Surat 29 Al-Ankabut ayat 5
“Barang siapa adalah ia mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu perjanjian Allah akan datang dan Ia itu yang mendengar dan mengetahui”.

Firman Allah Ta’ala
Surat 84 Al-Insyqaq ayat 6
“ Hai manusia!sesungguhnya engkau telah bekerja bersungguh sungguh menuju kepada Tuhanmu, maka engkau akan bertemu Dia”

Hanya ada satu jalan yaitu membulatkan tekad dan keyakinan, berusaha dengan sungguh sungguh (mujahadah) membunuh anasi anasir nafsu negatif unsur unsur alam (ciptaan)musuh besarnya dan hasil dari kerja keras (perjuangan) tersebut maka manusia dapat bertemu dan menyaksikan wujud Allah Ta’ala (Dzat Wajibul Wujud).
Mematikan (menundukkan ) hawa nafsu adalah kewajiban utama atas setiap manusia” maut anta koblal maut” (matilah kamu sebelum mati) yaiotu proses evolusi yang hakiki untuk meraih anugrah terbesar dari Tuhan menjadi Khalifah di muka bumi dan sebagai Insan Kamil.

Firman Allah Ta’ala:
Surat 18 Al Kahfi ayat 105
“merekalah orang orang yang tidak percaya kepada ayat ayat Tuhan merka dan kepada pertemuan denganNya, lantaran itu gugurlah amal amal mereka, maka kami tidak akan dirikan timbangan bagi mereka di ahri Kiamat”.

Surat 30 Ar-rum ayat 8
Dan tidakkah mereka mau berfikir tentang diri diri mereka? Allah tidak jadikan langit dan bumi dan barang yang diantara keduanya melainkan dengan mengandung kebenaran dan buat satu masa yang ditentukan, tetapi kebanyakan dari mereka (manusia) sungguh tidak percaya kepada pertemuan dengan Tuhannya”.

Surat 18 Al-Kahfi ayat 110
“Katakanlah:’tidak lain aku ini melainkan manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku, bahwa tidak adaTuhan kamu, melainkan Tuhan yang satu, maka barang siapa percaya akan pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah ia kerjakan amal shalih dan janganlah ia sekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”

Ayat ayat ini merupakan dalil untuk mempertegas dan memperkuat keyakinan kita akan tujuan manusia di dalam menjalani hidup di dunia ini dan masih ada beberapa ayat yang tidak kami tulis karena dengan ayat yang tertulis di atas kami anggap sudah mencukupi untuk meyakinkan kita.

Firman Allah Ta’ala:
Surat 3 Al-imran ayat 74
“Ia menentukan rahmatnya kepada siapa siapa yang ia kehendaki, dan Allah itu mempunyai karunia yang besar”
Semoga kita termasuk orang orang mendapat rahmat dan karuniaNya,……..Amin!!!