Kulihat ibu pertiwi

Sedang bersusah hati

Air Matanya berlinang

Mas intannya terkenang

Hutan gunung sawah lautan

Simpanan kekayaan

Kini ibu sedang lara

Merintih dan berdoa

Wong ngemis

Wong ngemis


Hari ini udara begitu panas..

Terik sinar matahari membakar bumi

Kutarik kekang kuda besiku mendadak

Seketika berhenti di perempatan lampu merah cipondoh

Air mataku tiba tiba meleleh

Nun disebrang sana

Kulihat orang tua buntung itu

Ngesot di aspal yang membakar

Sementara berdiri ditrotoar

Ibu pengemis menggendong sigenduk kecil tiga tahunan

Kulit imutnya hitam legam

Terbakar sinar matahari yang garang

Seketika ku ingat putri kecilku di rumah

Sungguh kamu masih sangat beruntung nak…

Oh ibu….

Bukan salah dikau mengandung..

Telah engkau berikan segalanya tuk anak-anakmu

Segala yang ada pada dirimu

Telah habis dicabik cabik

Oleh keserakahan anak-anakmu yang nakal

Oh Ibu…

Kini wajahmu muram

Kau tampak tua, kusut dan lusuh

Tubuhmu dipreteli satu persatu

Di jual jauh ke tanah sabrang

Wahai ibu..

Lihatlah anak anakmu yang senantiasa mencintaimu

Mereka bertebaran dikolong jembatan

Diprapatan jalan yang bising

Di tumpukan sampah yang bau..

Lihatlah…lihatlah wahai para keparat!!!!

Si genduk kecil yang kulitnya gosong

Si kakek buntung yang terseok seok

Dan si nenek renta yang mengais sampah

Apakah semua  itu karma???????????

Jawablah wahai para penguasa lalim!!!

Wahai Ibu..

Janganlah engkau murka

Telah cukup mereka menderita

Doakan dan maafkanlah anak anakmu

Supaya mereka tak lagi menyakitimu

Jakarta, 11 Juli 2009 (Genduk berkulit gosong di perempatan)